Senin, 30 Maret 2015

ISIS...

Biarkan orang-orang masuk ke negara ISIS, menjadi anggota ISIS di suriah, tetapi Perketat DAN LARANG mereka kembali.
Diambil dari :  (tanpa edit)

https://dinasulaeman.wordpress.com/2014/12/17/taliban-dan-berpikir-sistemik/
saya kagum pada muslim yang BENAR-BENAR mampu berfikir......



italian women isis2
Dua wanita Italia pemuja ISIS SEBELUM mengenal ISIS
dua wanita italia yang disandera isis
12 Juta dollar harus dibayar pemerintahan italia yg kafir untuk membebaskan mereka berdua para pemuja ISIS dari ISIS.
Koq Muslim Indonesia TIDAK belajar ya ? Bahkan meng-korban-kan anak-anak mereka ?anak-anak kecil yang sedang dididik jadi agen perang kebencian

Bahkan melakukan kebohongan-kebohongan yang membahayakan NKRI...

Sekarang bagaimana pendapat anda Pak Aher ?


Pertama, terorisme digunakan untuk politik menakut-nakuti (politics of fear). Herman and O’Sullivan (1984) menulis, terorisme telah memberikan  kesempatan bagi para pemimpin di Barat untuk menciptakan ketakutan dan irasionalitas di tengah masyarakat sehingga mereka memberikan kebebasan kepada para pemimpin itu untuk melakukan apa saja. Ketakutan terhadap terorisme efektif untuk memobilisasi massa agar mendukung aksi-aksi militer, dan ini memberikan keuntungan besar bagi industrialis perang. Selanjutnya, ketika suatu negara hancur lebur akibat perang, proyek-proyek rekonstruksi dan eksplorasi minyak pun akan mengisi pundi-pundi para kapitalis Barat itu.
Kalau teori ini diaplikasikan di Indonesia, agaknya cocok juga. Mengapa pemerintah seolah tenang saja melihat fenomena Al Qaida-ISIS sedemikian merajalela? Baiat-baiat ISIS dibiarkan, bahkan di kampus-kampus. Media-media takfiri pendukung ISIS dan sejenisnya, tidak ditindak. Setelah AS berkoar-koar akan memerangi ISIS di Suriah (dan ironisnya, yang dibom oleh AS di Suriah justru fasilitas-fasilitas yang merugikan pemerintah Suriah, bukan benar-benar memburu ISIS), baru pemerintah Indonesia terlihat bergerak, meski tidak terlalu kelihatan apa hasilnya. Buktinya, media-media pro perang atas nama Islam dan kelompok-kelompok Islam radikal masih bebas bersuara. Mana itu kesadaran NKRI yang sering disebut-sebut pejabat, militer, dan polisi? Analisis saya, keberadaan kelompok-kelompok Islam radikal memang sengaja dibiarkan agar ada musuh abadi, yang sewaktu-waktu bisa dimanfaatkan untuk pengalihan isu, militerisasi, dan sejenisnya.
Kedua, catatan untuk kaum muslimin sendiri. Tak bisa lagi dipungkiri, bahwa Taliban-Al Qaida-ISIS memang ada dan melakukan teror. Memang bila ditelusuri lagi, backing di belakang Al Qaida (bahkan, yang pertama kali membentuknya dan melatihnya) adalah CIA; kasus Libya dan Syria juga semakin membuka tabir siapa sebenarnya ‘sutradara’ di balik Al Qaida. Namun, siapa yang benar-benar terjun ke lapangan? Siapa yang angkat senjata atau melakukan berbagai aksi bom bunuh diri dan pengeboman jarak jauh? Tentu saja, jelas bukan bule-bule CIA, melainkan muslim yang merasa sedang berjihad.  Artinya, kaum muslimin perlu mawas diri. Perhatikan lagi, berapa banyak yang tewas, dan siapa yang lebih banyak tewas gara-gara ada sekelompok muslim yang bergabung dengan Al Qaida (dan afiliasinya), atau menyebarluaskan narasi yang pro-Al Qaida, menshare berita-berita fitnah dan kebencian dari media-media takfiri.
Dengan berpikir sistemik begini, setiap orang, (termasuk para ibu rumah tangga muslimah yang sering saya dapati dengan ‘gagah berani’ dan merasa paling ngislam dengan menyebarluaskan kebencian, mengkafir-kafirkan orang lain, melalu media sosial), semoga bisa sadar, bahwa dunia ini sudah sedemikian mengglobal. Kebencian yang terucap di Indonesia -aneh tapi nyata- bisa menjadi bahan bakar peperangan di negara-negara lain. Bahan bakar dari Taliban, Al Qaeda, ISIS, dan sejenisnya itu adalah kebencian. Bagaimana mungkin mereka bisa membantai sesadis dan sebrutal itu bila tidak ada kebencian yang sedemikian menyala-nyala dalam hati mereka? (baca analisis mengapa sedemikian banyak simpatisan kelompok Islam pro-kekerasan di sini)
Para ‘pejuang’ ISIS, Taliban, dll itu dulunya adalah anak-anak, yang tumbuh besar menjadi pembantai. Bahkan di facebook dan grup WA pun, anak-anak Indonesia (terutama dari kalangan takfiri) dengan entengnya bicara soal pemenggalan kepala ala ISIS (baca: Anak-Anak yang Dibesarkan dalam Kebencian). Jadi, bila Anda benar-benar ingin mengalahkan imperium kapitalis global yang menindas kaum muslimin, berhentilah menyebarkan kebencian terhadap sesama manusia.
UPDATE: Ada yang bertanya, apa beda Taliban-Al Qaida-ISIS-Al Nusra dll? (perhatikan juga, ormas Islam mana di Indonesia yang menjadi simpatisan berbagai organisasi teror tsb)
Perbedaan hanyalah di struktur organisasi, tetapi mereka semua memiliki ideologi yang sama, yaitu Wahabisme (yang antara lain berpaham takfirisme-semua yang berbeda dianggap kafir dan layak dibunuh).  Mereka saling dukung, namun juga saling berseteru. Taliban memfokuskan ‘perjuangan’-nya di wilayah Afghan-Pakistan, sementara Al Qaida di seluruh dunia. Taliban secara terbuka menyatakan mendukung agenda Al Qaeda (dan Al Qaeda yang kaya raya, menyuplai dana untuk Taliban). Kelompok-kelompok pemberontak Libya dan Suriah adalah ‘cabang’ Al Qaida. Di Suriah, mereka berseteru, satu pihak (Al Nusra) berbaiat pada Ayman Al Zawahiri, pihak lain (ISIS) berbaiat pada Al Baghaday. Meski sama-sama mengaku mujahidin, mereka saling bantai secara brutal di Suriah (dan juga membantai pihak lain, Sunni, Syiah, Kristen, Kurdi, Druze). Jadi, jangan dibingungkan oleh nama, lihat saja ideologi dan cara kerjanya. Di Indonesia, sebagian besar simpatisan jihad ala Taliban dkk masih berusaha menampilkan diri sebagai kelompok modernis dan mengaku anti kekerasan, tapi sikap mereka terhadap konflik Suriah memunculkan watak asli mereka.

===============================End Copied ================================

Saya setuju dengan pendapat anda bahwa, ini adalah kebiasaan banyak muslim indonesia dalam bertukar pendapat -------Awalnya dia bilang A, saya jawab B, dia jawab lagi dengan A2, muter, tak ada argumen valid untuk membantah B, hanya mengulang A dengan variasi-------------
-------
Jadi, bila Anda benar-benar ingin mengalahkan imperium kapitalis global yang menindas kaum muslimin, berhentilah menyebarkan kebencian terhadap sesama manusia.----------------

Bangsa Indonesia yang masih waras tentu tak ingin negeri ini berubah jadi Suriah, Afghan, Lebanon, 
… diperlukan suatu kepemimpinan Indonesia yang tegas. Bukan saja tegas terhadap kelompok-kelompok itu, tapi juga tegas terhadap negara yang mendukung gerakan mereka. [Arab Saudi]
Tidak perlu takut, kita ini punya posisi tawar politik yang kuat. Kita goyang saja mereka dengan ancaman boikot haji, bisa panik mereka. Sayang pemerintah kita sekarang ini enggak ngerti kelebihan-kelebihan itu. Maunya cari untung sendiri.

Tidak ada komentar: